Bila Anda pernah
berkunjung ketempat-tempat yang dianggap sacral atau dikeramatkan oleh
masyarakat mungkin pernah mendengar atau melihat tulisan larangan-larangan
tertentu yang ditujukan kepada kita selaku pengunjung, seperti dilarang
mengambil benda-benda tertentu, dilarang membuang sampah sembarang, dilarang
merubah posisi benda yang ada di sekitar kawasan, dan sebagainya. Larangan
tersebut sebenarnya sebagai upaya mengingatkan kita agar menjadi tamu yang
sopan, santun dan ikut serta melestarikan keindahan dan kenyamanan tempat itu.
Dalam
kenyataannya ada dua jenis larangan yang berlaku pada budaya bangsa kita, yaitu
berupa himbauan dan pantangan. Himbauan pada suatu tempat merupakan suatu upaya
memberikan kesadaran bagi kita tentang apa yang tidak layak dilakukan di tempat
itu, sedangkan pantangan merupakan upaya memaksa kepada kita agar wajib
mematuhi ketentuan yang ada di tempat itu, setiap pantangan biasanya diembel-embeli dengan ancaman bagi
pelanggarnya. Pantangan inilah yang kita kenal sebagai mitos.
Pantangan
biasanya diturunkan oleh orangtua kita secara turun temurun untuk kita patuhi
dan harapannya diturunkan pula kepada anak cucu kita kelak. Paling ringan atas
pelanggaran pantangan adalah ‘pamali’ sedangkan hukuman terberat atas
pelanggaran pantangan adalah kejadian mengerikan hingga kematian [?]. Apa pun
itu metode mitos pada suatu tempat ternyata berperan penting dan terbukti ampuh
terhadap upaya pelestarian lingkungan.
Sebagai contoh,
di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Pandeglang ada sebuah tempat di
pesisir pantai bernama Airmokla, tempat ini bagi semua warga disana dan
pengunjung merupakan sebuah tempat yang amat angker karena mitosnya, di tempat
ini siapa pun dilarang melakukan perusakan alam sedikitpun, walau hanya
mematahkan sebuah ranting akan berakibat terhadap keselamatan kita sepulangnya
dari tempat itu, entah di perjalanan atau di tempat tujuan; mematahkan sepotong
ranting di tempat itu akan berakibat patahnya salah satu bagian tubuh kita.
Entah benar atau tidak, konon katanya fakta akan pantangan ini sudah terjadi
berkali-kali. Untuk membuktikan kebenaran itu saya tidak mau ambil resiko.. ya,
cari selamat ajalah, bro…
Efek dari adanya
mitos itu adalah lestarinya alam disekitar kawasan TNUK, khususnya di Airmokla
yang hingga saat ini kondisi alamnya benar-benar indah dan lestari. Di Kawasan
TNUK sebenarnya banyak tempat-tempat yang dikeramatkan, angker dan mujarab terhadap
setiap pantangan karuhun seperti di Sanghyang Sirah, Mantiung dan Gunung Honje.
Badak bercula
satu yang edemik di kawasan ini terlestarikan dengan baik yang salah satunya
diakibatkan adanya pantangan besar terhadap perburuan hewan langka ini secara
turun temurun. Tidak tanggung-tanggung, siapa pun yang membunuh badak maka
orang itu akan bertukar ruhaniah dengan badak yang dibunuhnya itu, mitosnya
badak di Ujung Kulon itu jumlahnya tidak pernah bertambah dan tidak pula
berkurang, setiap satu ekor dibunuh maka ada satu ekor yang baru yang merupakan
pertukaran pembunuh badak dengan badak yang dibunuh [?]
Itu adalah contoh
kecil tentang mitos yang berhasil membentengi alam dari tangan-tangan jahil
manusia. Keberhasilan mitos terhadap pelestarian alam dapat kita jumpai juga di
salah satu kawasan Hutan Lindung Gunung Ciremai, tepatnya di Situ Sanghyang
Majalengka. Berdasarkan pantauan saya di kawasan itu keberadaan mitos sangat
signifikan terhadap lestarinya hutan rimba di areal wisata, siapa pun baik
warga setempat atau pengunjung dilarang mengambil benda apa pun dari tempat
keramat itu walaupun cuma mengambil sehelai daun kering. Konon katanya banyak
pengunjung dari luar kota yang terpaksa harus balik lagi ke tempat itu karena
mengambil sesuatu dari sana dan harus di kembalikan ke tempat semula. Cerita
itu berkembang menjadi sebuah ancaman yang menakutkan bagi siapa saja yang
nakal terhadap pantangan di area keramat tersebut.
[Situ Sanghiang Siteplane]
[bukit unik ini bagian dari Gunung Ciremai]
[area wisata selalu bersih, tapi jangan coba-coba mengambil sehelai daun pun disini; terlarang]
[di bawah akar ini ada jalan setapak, masuk ke area ini pasti melewatinya]
[karena mitos beragam satwa hidup nyaman disini]
Percaya atau tidak terhadap
mitos merupakan hak kita semua, namun apa salahnya bila kita patuhi saja
larangan-larangan tersebut sebagai kesadaran diri untuk ikut serta melestarikan
alam di mana pun kita berada. Setidaknya ada sebuah pesan besar tentang
pelestarian lingkungan di balik mitos-mitos itu.
No comments:
Post a Comment
Agar blog ini lebih baik, mohon isi komentar di bawah sebelum Anda meninggalkan blog kami. Terima kasih atas kunjungannya...