Sebenarnya sejak zaman dulu orang mengenal dan memanfaatkan
madu untuk kesehatan. Madu yang dikonsumsi merupakan madu yang berasal dari
lebah local yang mudah ditemukan dan berada di sekitar lingkungan mereka, karena pada
waktu itu madu merupakan asupan yang sangat istimewa dan berkelas, serta
merupakan hasil pengambilan langsung dari media alaminya seperti di bagian
konstruksi rumah, di kayu berlubang, di tebing tanah dan di batuan berrongga.
Beberapa tahun ke belakang, jenis madu lebah yang paling popular
di masyarakat indonesia adalah dari spesies Apis Mellifera. Lebah jenis ini
memang terbilang produktif dalam memproduksi madu. Apis mellifera adalah lebah
yang unggul yang di impor dari Belanda, Italia dan Australia. Tingginya produktifitas madu dari apis ini membuat banyak orang tergerak untuk melakukan budidaya dalam
sekala besar, bahkan pemerintah dan kaum usahawan pun melirik potensi Apis
Mellivera ini dan menatanya dalam proyeksi bisnis besar.
Namun seiring dengan bergulirnya waktu, kepopuleran madu dari lebah bersengat itu mulai merosot dikarenakan menurunnya trust konsumen terhadap keutamaan madu. Madu yang seyogyanya jadi pengobat, malah berubah menjadi penyebab kambuhnya penyakit-penyakit tertentu.
Sebagai contoh, sejak awalnya hadir di bumi ini rasa madu ituterkenal manis, karena kepentingan bisnis yang besar dikenalkanlah kepada konsumen
madu yang rasanya pahit, jadilah ‘madu pahit’. Contoh yang lain, semua orang
tahu lebah itu mahluk merdeka apalagi lebah madu liar, tapi karena alasan digembalakan,
tiba-tiba muncullah produk madu yang memiliki rasa tertentu seperti rasa
lengkeng, rambutan, rangdu, dll. Madu kok rasa-rasa kayak sirop? Kalaupun itu benar bukankah madu yang baik itu
adalah madu yang memiliki komposisi tertentu, dan bagaimana membuatnya hanya
lebah yang tahu berapa persentasenya, baik nectar yang berasal dari bunga,
maupun dari bagian lain pada tanaman (ekstrafloral). Hal terburuk, penyebab timbulnya
krisis kepercayaan adalah penuhnya madu palsu dan oplosan di pasaran. 80%,
bukan persentase yang wajar, tapi kurang ajar!
Untuk mendukungnya beberapa asumsi dan opini pun di gulirkan
oleh usahawan yang tak bertanggung-jawab itu ke berbagai media agar dapat
meyakinkan konsumen dan calon konsumen, dari yang sederhana sampai yang berbau
ilmiah tingkat tinggi, dari yang benar sampai yang ugal-ugalan.
Kadangkala terbersit pertanyaan di pikiran saya, kenapa sih
mereka tega memalsukan atau mengoplos madu? Apakah karena hanya ingin meraup untung
yang besar? Ataukah sudah hilang sisi kemanusiaannya bahwa madu itu untuk
pengobatan manusia, bukan binatang percobaan? Padahal, setelah saya bergelut langsung
pada bisnis ini, menjual madu yang murni jauh lebih menguntungkan dan
memberikan kepuasan secara bathiniyah ketika madu yang di jual bermanfaat nyata
bagi konsumen.
Tingginya market demand terhadap madu memang sebuah
godaan besar bagi pengusaha madu. Tidak adanya balancing antara demand
dengan produksi, menggoda oknum usahawan madu dan masyarakat untuk memalsukan
atau mengoplosnya.
Tingginya godaan ‘meraup untung besar’ dalam bisnis madu,
tidak hanya menerpa kaum usahawan, namun sudah merambah ke akar rumput (wuih.. bahasanya politis juga ya!).
Sekedar
ilustrasi, tahukan Anda bahwa di daerah kami ada sebuah suku yang terkenal menjalani
hidupnya dengan mengutamakan kejujuran? Tepat sekali.. ‘Suku Baduy’!, orang
baduy luaran salah satu profesinya adalah berjualan keliling keluar dari
daerahnya. Ada yang menjual zimat/ mustika [?], senjata tajam, dan salah
satunya menjual ‘madu aseli dari hutan’ katanya. Mungkin ada beberapa orang
baduy yang memang menjual madu aseli, tapi kebanyakannya menjual madu palsu. Kepolosan
dan keluhuran tradisi suku Baduy seringkali membuat konsumen madu terperdaya. Mereka
adalah contoh oknum individual di bisnis madu.
Bisnis madu adalah amanah mulia dan akan dipertanggung-jawabkan
di akherat kelak. Ingat itu! oleh karena itu wajib di pedomani dan di jalankan dengan
serius oleh para produsen, bahwa kewajiban kita adalah menyediakan madu apa adanya
sesuai kemampuan (jadi ga usah maksain deh…) dan selalu menjamin
originalitas madu. Perkara kemanjurannya biar Allah yang mengurusnya karena Ia
telah menjanjikannya dalam kitab-kitab suci kita.
No comments:
Post a Comment
Agar blog ini lebih baik, mohon isi komentar di bawah sebelum Anda meninggalkan blog kami. Terima kasih atas kunjungannya...