Trigona
Itama merupakan lebah tak bersengat yang termasuk dalam genera Heterotrigona. Setiap
jenis trigona yang bergenera heterotrigona memiliki ciri yang mudah dibedakan
yaitu memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, ukuran tubuh trigona jenis ini
bisa mencapai 9 mm.
Trigona
Itama pertama ditemukan oleh Cockerrel pada tahun 1918, dan ditemukan kembali spesies
yang sama oleh Cockerell pada tahun 1919 dengan varitas berbeda yaitu Trigona
itama var a Cockerell dan Trigona breviceps Cockerell.
Trigona
Itama memiliki warna tubuh yang didominasi oleh warna hitam terang, sepintas
seperti warna biru kehitaman seperti warna kumbang. Warna sayap irindiscent
hingga kehitaman. Dua pasang kaki dan sepasang tibianya pun berwarna hitam,
oleh karena itu pula trigona spesies ini di daerah Banten dikenal dengan
sebutan ‘teuweul gagak’.
Di
alam bebas, biasanya mereka tinggal di batang pohon berlubang atau tunggul pohon
keras. Mereka biasa di temukan di tengah-tengah hutan, sulit di temukan di
daerah perkampungan. Spesies ini memiliki daerah sebaran yang cukup luas,
nyaris seluruh kepulauan di Indonesia memiliki
spesies ini walau pun belakangan ini populasinya kian menyusut akibat perburuan
dan kerusakan hutan oleh tangan-tangan jahil manusia.
Trigona
Itama merupakan lebah trigona yang cukup agresif dan protektif. Kegarangannya itu
pula yang membuat sebagian warga enggan membudidayakannya dan lebih memilih
melakukan perburuan madunya saja.
Entrance
Pintu
masuk koloni T. Itama berupa lubang tunggal berdiameter + 1,5cm yang
cukup besar pada rongga atau rekahan pohon yang dikelilingi oleh kumpulan
berbagai eksudat, biasa berbentuk silinder atau berbentuk corongan. Penandaan
sarang menggunakan beberapa material propolis.
Seperti
halnya jenis trigona yang lain pintu masuk di jaga oleh sekumpulan trigona
pejantan yang memiliki temperamen galak.
Bentuk dan Isian
Sarang
Isian
sarang terdiri dari pot penyimpanan larva, pot penyimpanan madu dan pollen,
serta interior lainnya seperti jalur-jalur yang menyerupai akar dan percabangan
yang dibuat dengan menggunakan propolis. Jalur-jalur tersebut digunakan sebagai
jalan atau perlintasan para lebah dari satu tempat ke tempat yang lain serta
berguna pula sebagai penyangga struktur bangunan sarang.
Bentuk
pot penyimpanan telur/larva lebah berbentuk piringan spiral bukan tumpuk.
Persentasi penyimpanan telur lebih besar bila dibandingkan pot penyimpanan madu
dan pollen.
Terimakasih informasinya sangat membantu. Semoga kita semua selalu menjaga ekosistem untuk keseimbangam alam. Salam Trigona
ReplyDelete