Memperoleh
sertifikasi organic pada peternakan lebah merupakan salah satu impian dan
cita-cita besar dari setiap pembudidaya. Dengan diperolehnya sertifikat ini
maka kualitas produk perlebahan yang di budidayakan, menjadi lebih terjamin dan
tentunya akan meningkatkan nilai jual produk lebah dari peternakan kita.
Trend
dunia ‘kembali ke produk alami’ bukan hanya membuka peluang bisnis yang besar,
namun juga membuka ruang pemalsuan dan atau perekayasaan produk-produk alami
yang semestinya tetap terjaga kealamiannya. Sertifikasi organic merupakan
solusi besar untuk melindungi konsumen dari kenakalan para produsen pangan
organic yang tidak bertanggung-jawab.
Berkaitan dengan hal
tersebut, kami akan berbagi informasi tentang cara memperoleh sertifikasi
organic bagi peternakan lebah secara umum sesuai dengan Rancangan Standar
Nasional Indonesia (RSNI) SNI 01-6729 –XXXX tentang Sistem Pangan
Organik, artinya peraturan
ini tidak hanya berlaku pada lebah madu (A. Meilvera, A. Cerana) namun berlaku
pula pada jenis lebah lain yang menghasilkan madu seperti lebah trigona.
Terlebih
dahulu kita perlu memahami prinsip umum peternakan lebah organic, yaitu:
1)
Peternakan lebah adalah aktifitas penting
yang memberikan sumbangan terhadap perbaikan lingkungan produksi pertanian
kehutanan melalui aksi polinasi yang dilakukan lebah.
2)
Perlakuan dan pengelolaan koloni lebah
harus menghargai prinsip-prinsip pertanian organik.
3)
Areal penggembalaan/pengangonan harus cukup
luas untuk menghasilkan nutrisi yang tepat dan cukup serta akses terhadap
sumber air sesuai dengan standar organik.
4)
Sumber nektar alami dan polen berasal
dari tanaman organik dan/atau vegetasi alami (liar).
5)
Untuk menjaga kesehatan lebah tidak
boleh menggunakan obat/pestisida sintetis. Dianjurkan melakukan tindakan
pencegahan melalui upaya pemuliaan (seleksi keturunan) yang memiliki sifat
keunggulan, penempatan koloni lebah dalam lingkungan yang kondusif dengan
kecukupan pangan yang menjaga serta praktek pengelolaan yang tepat.
6) Sarang lebah harus terbuat dari bahan alami yang
terhindar dari bahan kontaminan yang tidak akan menyebabkan kontaminasi
terhadap produk lebah dan lingkungannya.
Penempatan Koloni
Setelah memahami prinsip dasar di atas maka kita patut
mematuhi penempatan koloni lebah sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan,
yaitu:
1)
Jika lebah ditempatkan pada areal alami,
pertimbangan harus diberikan kepada populasi serangga lokal. Penempatan koloni
lebah harus di areal yang tanamannya sedang mulai berbunga yang secara spontan
akan merangsang koloni lebah untuk menghasilkan produk madu.
2)
Koloni lebah untuk peternakan
ditempatkan di areal dimana vegetasi alami atau yang ditanam sesuai dengan
ketentuan-ketentuan produksi pertanian organik. Petani lebah perlu memiliki
peta areal tanaman sumber pakan lebah.
3)
Peternak lebah harus memastikan zona
dimana koloni lebah yang memenuhi ketentuan ini, tidak ditempatkan pada lokasi
yang dilarang karena alasan sumber kontaminasi dengan bahan-bahan yang
dilarang, misalnya GMO (transgenik) atau kontaminan lingkungan.
Pakan
Dalam masa paceklik, pemberian subsidi pakan
pengganti pada koloni dapat dilakukan untuk menghindari kekurangan pakan karena
faktor cuaca atau yang lain. Dalam kasus seperti ini, madu yang diproduksi
secara organik atau gula harus digunakan jika tersedia. Pemberian pakan harus
dilakukan hanya antara masa panen madu terakhir hingga masa mulai nektar
berikutnya. Batas waktu harus ditetapkan oleh peternak sesuai dengan kondisi
setempat. Selama pemberian subsidi sirup, peternak tidak diperkenankan memanen
produk madu.
Masa Konversi
Peternakan lebah konvensional yang ingin beralih ke
sistem peternakan lebah organik harus menjalani masa konversi selama 1 (satu)
tahun terhitung sejak waktu panen terakhir. Selama masa konversi, sisiran
sarang dapat diganti dengan sisiran lebah yang organik. Sarang lebah non
organik harus dipanen terlebih dahulu agar digantikan dengan sarang organik
oleh koloni lebah. (berlaku untuk budidaya lebah bersengat).
Asal Lebah
1)
Koloni lebih non organik dapat
dikonversi ke koloni lebah organik. Jika tersedia, koloni lebah berasal dari
koloni lebah organik. Jika tidak tersedia, koloni lebah non organik dapat dikonversi ke koloni organik setelah
diternakkan dalam kawasan pertanian organik selama minimum 3 (tiga) bulan.
2)
Dalam pemilihan jenis lebah, harus
diperhatikan pada kemampuan lebah untuk beradaptasi pada kondisi lokal,
vitalitas dan ketahanannya terhadap hama dan penyakit.
Kesehatan Lebah
1)
Kesehatan koloni lebah harus dijaga
dengan praktek manajemen yang baik, dengan penekanan pada perlindungan terhadap
gangguan hama dan penyakit melalui proses seleksi pemuliaan dan pengelolaan
sarang lebah. Hal ini menyangkut :
(a)
Penggunaan lebah hasil seleksi yang bisa
beradaptasi baik terhadap kondisi lokal;
(b)
Pembaruan ratu lebah jika diperlukan;
(c)
Pembersihan peralatan secara teratur;
(d)
Penggantian sisiran sarang lebah secara
teratur;
(e)
Ketersediaan polen dan madu yang cukup
dalam sarang lebah;
(f)
Inspeksi sarang lebah secara sistematik
untuk mendeteksi kelainan;
(g)
Pengendalian lebah jantan secara
sistematik dalam sarang lebah;
(h)
Pemusnahan bahan dan sarang lebah yang
terkontaminasi.
2)
Untuk pengendalian hama dan penyakit,
bahan-bahan berikut dapat digunakan :
(a)
Asam laktat, oksalat dan asetat;
(b)
Asam format;
(c)
Belerang;
(d)
Minyak esterik alami (mentol, kamper,
eukaliptol, dan sebagainya)
(e)
Bacillus thuringiensis;
(f)
Asap dan api secara langsung.
3)
Jika cara-cara pencegahan gagal, maka penggunaan
produk obat-obatan veteriner dapat diperbolehkan dengan catatan bahwa :
(a) Preferensi
diberikan kepada perlakuan fitoterapi dan homeopati.
(b) Jika alopati
kimia sintetis digunakan, maka produk madu tidak bisa dikategorikan sebagai
produk organik.
(c) Setiap
perlakuan veteriner harus secara jelas didokumentasikan.
(d) Praktek
pembasmian pejantan diperbolehkan hanya jika terjadi serangan hama Verroa
destructor.
Pengelolaan
1)
Fondasi sarang harus terbuat dari lilin lebah
yang diproduksi secara organik.
2)
Pemanenan madu berikut anak lebah (larva
dan pupa) tidak diperkenankan.
3)
Mutilasi, seperti pemangkasan sayap
lebah ratu tidak boleh dilakukan.
4)
Penggunaan bahan kimia sintetis untuk repellent
(pengusir) dilarang selama operasi panen madu.
5)
Pengasapan harus dilakukan seminimal
mungkin. Bahan yang digunakan untuk pengasapan harus dari bahan alami atau dari
bahan-bahan yang diperbolehkan menurut pedoman ini.
6)
Suhu dijaga serendah mungkin selama
ekstraksi dan pemrosesan produk yang berasal dari ternak lebah.
7)
Dalam pemanenan madu, tidak boleh
menggunakan sarana yang berasal dari bahan logam yang korosif seperti besi,
aluminium, tembaga dll.
Dokumentasi dan rekaman
Operator harus
menjaga serta selalu memperbaharui catatan secara detil hal-hal yang berkaitan
dengan pemenuhan kaidah-kaidah sebagaimana ketentuan ini.
1)
Untuk setiap butir yang relevan perlu
tersedia Standar Prosedur Operasional (SPO) yang terdokumentasi.
2)
Untuk setiap butir yang relevan harus
terdapat catatan atau rekaman yang terdokumentasi untuk membuktikan pemenuhan
terhadap standar ini.
3)
Petani lebah memiliki peta areal
penempatan/keberadaan koloni lebah.
Pengumpulan Produk yang Tidak di Budidayakan
Pengumpulan produk
yang dapat dimakan, tumbuh atau hidup secara alami di kawasan hutan dan pertanian,
dapat dianggap metode produksi pangan organik apabila :
(a) Produk berasal dari areal
yang jelas batasnya sehingga dapat
dilakukan tindakan sertifikasi/inspeksi seperti diuraikan dalam pasal 7 dalam
standar ini;
(b) Areal tersebut
tidak mendapatkan perlakuan dengan bahan-bahan selain yang tercantum dalam
ketentuan ini selama 3 (tiga) tahun sebelum pemanenan;
(c) Pemanenannya tidak
mengganggu stabilitas habitat alami atau pemeliharaan spesies didalam areal koleksi;
(d) Produk berasal dari operator yang mengelola pemanenan atau pengumpulan produk, yang
jelas identitasnya dan mengenal benar
areal koleksi tersebut;
(e) Pengumpulan/pemanenan
harus mendapat izin dari pemerintah
Selain
ketentuan-ketentuan tersebut di atas perlu di penuhi juga ketentuan lainnya,
seperti integritas produk, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan
pengemasan.
Demikian sobat,
memang tidak mudah alias berat dan ribet
namun begitulah bila peternakan kita ingin diakui secara legal sebagai
peternakan lebah organik. Karena begitu sulitnya memperoleh standarisasi
organik bagi peternak lebah maka efeknya pun cukup signinifikan terhadap
peningkatan nilai jual dari hasil peternakan lebah.
Hal itu memang cukup penting,
namun tetap yang paling penting dalam usaha budidaya lebah adalah kejujuran
terhadap konsumen Anda.
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN)
No comments:
Post a Comment
Agar blog ini lebih baik, mohon isi komentar di bawah sebelum Anda meninggalkan blog kami. Terima kasih atas kunjungannya...