Dari
sekian banyak jenis lebah trigona, T. Thoracica ini dapat di bilang cukup special.
Selain memiliki ukuran tubuh yang lebih besar jika dibandingkan lebah trigona
lainnya, ia memiliki ciri yang mudah dibedakan pada warna tubuhnya yang didominasi
warna hitam kecoklatan alias brownies dan bagian thorax yang berwarna coklat.
T.
Thoracica bergenera Heterotrigona, pertama kali ditemukan oleh Smith tahun
1857, kemudian ditemukan lagi dalam beberapa eksplorasi lain yaitu oleh Cameron
tahun 1902 dengan nama Trigona
lacteifasciata Cameron,
Trigona ambusta oleh Cockerell tahun 1918, dan Trigona borneensis oleh Friese
tahun 1933 di Pulau Kalimantan.
Di
daerah kami trigona jenis ini disebut ‘teuweul taneuh’. Dahulu spesies ini
sering dijumpai oleh para penggarap kebun, biasa bersarang di tebing-tebing atau
tanah ladang yang posisinya miring alias curam, namun sekarang populasinya sudah
jauh berkurang dan bahkan termasuk jenis yang langka di Pandeglang.
Berdasarkan
hasil penelusuran kami di salah satu wilayah pegunungan di Pandeglang T. Thoracica
berhasil ditemukan satu koloni lebah jenis ini, di sebuah tebing di puncak
gunung. Koloni tersebut tetap berada di tempat semula dan untuk beberapa waktu
kedepan tidak akan dipindahkan dengan pertimbangan bahwa lebah langka ini masih
perlu dilindungi keberadaannya di habitat aslinya. Upaya pemindahan koloni
hanya akan dilakukan apabila sudah diyakini lebah jenis ini dapat
dikembang-biakan dengan baik dengan resiko nol persen untuk kegagalan yang malah
akan berdampak pada pemusnahan koloni. Oleh karena alasan itu pula lokasi
temuan spesies ini tidak kami publikasikan.
Namun
demikian, pada artikel ini kami akan memberikan gambaran situasi dan kondisi koloni
sesuai temuan, yaitu tentang pintu masuk (entrance), susunan dan isian sarang,
dan bentuk fisik produk alamiahnya.
Entrance
Pintu
masuk koloni T. thoracica berupa lubang tunggal berdiameter + 1,5cm yang
cukup besar pada permukaan tanah yang dikelilingi oleh kumpulan berbagai eksudat
berbentuk bukaan utuh, tidak berbentuk silinder dan juga tidak berbentuk
corongan. Bila dilihat sekilas, warna eksudat-eksudat yang mengelilingi pintu
masuk nyaris sama dengan warna tanah atau batuan tebing di sekitar sarang itu, penyamaran
tersebut diperkirakan sebagai upaya pertahanan koloni dari gangguan musuh.
Seperti
halnya jenis trigona yang lain pintu masuk di jaga oleh sekumpulan trigona
pejantan yang memiliki temperamen yang lumayan galak. Hal itu kami rasakan
ketika kami diserang dengan cukup ganas saat mendekati sarang mereka. Rahangnya
cukup kuat sehingga terasa menyakitkan dan memberikan bekas ketika menggigit kulit.
Bentuk dan Isian
Sarang
Untuk
memperoleh data ini, kami perlu melakukan penggalian. Penggalian dilakukan
secara hati-hati agar kerusakan yang timbul akibat penggalian ini tidak merusak
bagian utama sarang. Sarang utuh spesies T. Thoracica ini berbentuk bundar
tidak presisi seukuran bola sepak dewasa, mengisi rongga di tebing tanah yang
juga berbentuk bundar seukuran sarang. Di sekeliling dinding sarang dilapisi
oleh lapisan hitam yang keras terdiri dari beragam eksudat dan
material-material alam seperti tanah kering, pasir besi, dan batuan kecil. Bila
lempengan dinding dipatahkan, isi patahan berwarna cokelat tua, mirip besi
berkarat.
Melihat
sedikit ke dalam, (lihat gambar ilustrasi), isian sarang terdiri dari jalur pintu masuk (A), pot penyimpanan larva (B), pot
penyimpanan madu dan pollen (C), serta interior lainnya seperti jalur-jalur yang
menyerupai akar dan percabangan yang dibuat dengan menggunakan propolis (D). Jalur-jalur
tersebut digunakan sebagai jalan atau perlintasan para lebah dari satu tempat
ke tempat yang lain serta berguna pula sebagai penyangga struktur bangunan
sarang.
Bentuk
pot penyimpanan telur/larva lebah berbentuk piringan spiral bukan tumpuk. Persentasi
penyimpanan telur lebih besar bila dibandingkan pot penyimpanan madu dan
pollen.
Fisik Produk
Alami
Produk
alamiah dari lebah trigona yaitu madu dan bee pollen. Pada kasus ini perbedaan fisik
madu T. Thoracica dengan madu trigona yang lain adalah dari rasa dan warna,
namun perbedaan tersebut barangkali sudah biasa pada jenis trigona yang lain
pula karena perbedaan rasa dan warna pada madu trigona sangat dipengaruhi oleh
habitat, sumber pakan, usia madu dan iklim. Madu trigona yang biasa kami temui
adalah berwarna kuning terang hingga kehitaman. Pada spesies ini warna madu
yaitu berwarna violet atau hitam keungu-unguan. Sayang sampel madunya tidak keburu
di dokumentasikan karena habis di konsumsi oleh kru. Maklum Cuma di ambil
sedikit.
Selain warna, hal
yang membedakan madu dari spesies ini adalah rasa. Selain memiliki rasa manis
dan asam, madu terasa agak berbau amis [?]. Rasa ini tidak pernah ditemui pada
madu trigona jenis yang lain.
No comments:
Post a Comment
Agar blog ini lebih baik, mohon isi komentar di bawah sebelum Anda meninggalkan blog kami. Terima kasih atas kunjungannya...