Road To "Desa Wisata Kampung Lebah Trigona"

Pandeglang, 06 Nopember 2013

Awalnya obrolan di pertemuan ini hanya bersifat biasa, membahas secara umum tentang budidaya lebah trigona di lingkungan komunitas. Obrolan mulai serius ketika Pak Ali Fadillah memberikan masukan kepada kami agar lebih membuka diri terhadap bidang lain yang mungkin bisa dikolaborasikan pada kegiatan komunitas kami. Setidaknya ada sebuah peluang untuk menggapai hal itu, yaitu menciptakan Desa Wisata berbasiskan Lebah Trigona.

Ide ini memang sudah pernah terlintas di benak kami, bahkan pernah dicita-citakan karena bidang pariwisata cenderung lebih berpengaruh terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan wisata.  

Ngobrol santai membahas Desa Wisata
Dr. Moh. Ali Fadillah memberikan banyak masukan positif
Pertanyaannya, pantaskah desa kami dijadikan menjadi desa wisata?
Pada pertemuan ini kami coba menganalisa fakta-fakta ke arah kepantasan tersebut. 
Pertama, kami memiliki lebah trigona yang aman dikunjungi oleh siapa pun karena tidak bersengat, serta memiliki ragam spesies sebagai koleksi. Fakta ini menyebabkan hampir tiap minggu komunitas kami kedatangan pengunjung yang berasal dari berbagai kalangan dan daerah. Kepentingannya, ada yang membeli produk perlebahan kami, ada yang ingin belajar budidaya dan ada yang hanya ingin sekedar tahu apa dan bagaimana lebah trigona itu.

Kedua, selain memiliki binatang eksotis Desa kami memiliki pemandangan alam yang sangat alami. Kami punya pesawahan dengan pulau-pulau kecil di tengahnya, hutan-hutan kecil, bukit-bukit, sungai dan anak-anak sungai yang mengaliri hampir seluruh kampung di Desa ini. Di tempat tertentu dapat terlihat jelas pula Gunung Karang yang menjulang, dapat dijadikan latar belakang yang menarik bagi yang melihatnya.

Beberapa lokasi di Desa kami dapat dijadikan wahana Outbond, Flying Fox, Camping Ground dan Arung Jeram.

Ketiga, kami memiliki perkampungan yang masih alami serta aktivitas warga kampung seperti bertani dan berkebun dapat dijadikan daya tarik wisata desa.   

 
 

Ketika diskusi masih berlangsung, seorang anggota komunitas berteriak dari dapur "liwet asaaak..." artinya nasi liwet dan lauk pauknya sudah matang. Saatnya makan malam sudah tiba, tanpa harus di perintah dua kali, semuanya berkumpul di depan masakan yang di gelar di atas dua lembar daun pisang klutuk. kini di depan mata tersaji nasi liwet beras baru panen, sambal terasi, ikan asin, tempe goreng, lalapan dari sekitar farm dan goreng jengkol.  
Saatnya makan malam, nasi liwet beralas daun pisang
Sering-sering begini biar tambah kompak...
Obrolan di stop dulu dong, isi perut dengan yang alami biar bisa berpikir lebih baik, lebih manusiawi, lebih bijaksana terhadap orang di sekitar, terhadap alam dan lingkungan hidup. Jangan lupa berdo'a sebelum suapan pertama masuk ke mulut kita. 

No comments:

Post a Comment

Agar blog ini lebih baik, mohon isi komentar di bawah sebelum Anda meninggalkan blog kami. Terima kasih atas kunjungannya...

Adbox

@trigonasfarmer