Meluangkan waktu
sejenak memperhatikan aktivitas lebah trigona yang lalu lalang dan keluar-masuk
sarangnya ternyata mampu memberikan efek menenangkan bagi kita. Hal itu telah
saya buktikan sendiri dan setahun belakangan ini menjadikannya sebagai
rutinitas untuk menghilangkan rasa penat setelah menjalani beragam aktifitas.
Sehari memperhatikan
aktivitas lebah trigona telah memberikan banyak inspirasi bagi kehidupan yang saya
jalani sekarang. karena alasan itu pula saya semakin kuat untuk mencintai si
lebah mungil sebagai hewan kelanggenan saya. Kita dapat memetik banyak
pelajaran dari kebiasaan hidup lebah trigona, berikut beberapa kebiasaan koloni
lebah trigona yang dapat kita contoh dalam menjalani hidup sehari-hari, baik
sebagai diri sendiri maupun sebagai mahluk social.
Kesadaran Tinggi
Lingkungan social lebah adalah lingkungan yang terstruktur. Tiap-tiap lebah memiliki peran dan deskripsi kerja masing-masing dengan penguasaan dengan baik. Secara natural tiap-tiap strata dalam koloni lebah memiliki hak dan kewajiban yang memiliki aturan dan batasan yang jelas. Seekor lebah pekerja contohnya, sepanjang hayatnya dia akan terus berperan sebagai pekerja, ada yang membersihkan sarangnya, ada yang lalu lalang hinggap dari satu bunga ke bunga lain mencari nectar dan polen, ada yang menambang getah, ada yang bekerja menambal sarang, dan aktivitas lainnya. Semua aktivitas sudah diatur dan dijalankan secara teratur. Tidak ada pembantahan dalam prinsif hidup lebah, mereka hidup sentosa dengan peran dan kekuasaannya masing-masing.
Sang
Ratu sebagai pemimpin dalam koloni memiliki kuasa dan tanggung jawab besar
untuk mengatur tata hidup koloninya, ia memiliki charisma dan kepandaian yang
luar biasa, hitungannya selalu tepat, rancangannya mengalir menjadi titah yang
takan terbantahkan di lingkungan koloni hingga tiada pelanggaran yang berbuah
hukuman bagi seluruh warganya. Seluruh kawanan bekerja dengan target tugas tertentu
namun tampak selalu nyaman mengerjakannya. Ikhlas dan sadar diri, aku siapa,
sebagai siapa dan mesti melakukan apa. Dalam dunia lebah takan pernah menemukan
peristiwa ‘punguk merindukan bulan’ atau lebah pekerja bermimpi menjadi raja,
tiada bantahan, tiada pemberontakan, tiada kesenjangan social. Yang ada adalah
hidup damai sentosa dan berkecukupan hingga anak cucunya kelak.
Hal
tersebut tentunya sangat sulit dicontoh dalam kehidupan bangsa kita yang nota
bene sebagai mahluk social yang berakal dan berbudi pekerti luhur [?], bagi
manusia ingin berperan menjadi apa pun adalah hal yang legal asal kita mampu
meraihnya walau seburuk apa pun caranya [?] Namun demikian, tak ada salahnya
bila kita belajar kepada kawanan lebah agar menjadi mahluk yang lebih bijaksana,
tidak egois, tidak pula egosentris, jadilah manusia yang bertanggungjawab
terhadap kelangsungan hidup generasi mendatang jangan hanya memenuhi kebutuhan
kita sekarang tapi siapkan kebutuhan anak-cucu kita ke depan. Contohnya, Jangan
rusak alam!
Gotong - Royong
Bagi kawanan lebah kerja sama merupakan
hal paling. Kegotong-royongan berlaku terus menerus dalam dunia lebah dan itu
takan pernah hilang. Beberapa masa yang lalu semangat kegotong-royongan lebah telah
di contoh dan dijalankan oleh bangsa kita dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara bahkan menjadi sebuah tradisi yang sering di acungi jempol oleh Negara
lain. Kini tradisi itu mulai terkikis oleh peradaban social dan politik bangsa
yang kian carut marut, tidak menentu, tidak makin baik, malah makin buruk.
Bagi kawanan lebah hanya ada
kerja keras dan kerja sama, tidak ada kompetisi dalam lingkungan komunitasnya. Kompetisi
hanya berlaku terhadap komunitas yang berbeda tidak dalam kawanan yang sama. Mereka
menerapkan hal ini dengan patuh dan konsisten.
Tak seperti yang ada saat ini, kehidupan
bermasyarakat kita sarat akan kompetisi dalam berbagai bidang. Bahkan lebih
dari itu kompetisi pada jaman sekarang adalah sebuah keharusan agar dapat
bertahan hidup dalam dunia era keterbukaan. Dan, menurut pendapat saya hal itu
pula lah yang menggeser tradisi gotong royong ke tradisi individualism dan
kapitalisme.
Akibatnya banyak orang yang
paranoid dengan kompetisi, ada yang takut kedudukannya tergeser, ada yang takut
miskin, ada yang takut keduluan dan ada yang protektif terhadap ilmu dan
kemampuannya. Efeknya adalah timbulnya beragam konflik social. Kompetisi seakan
menjadi sosok yang menakutkan Namun tidak demikian bagi lebah. Mereka tahu
bahwa mereka tak mungkin bisa mencapai tujuan seorang diri, mereka harus
bekerja sama, saling bahu membahu dan hidup rukun dalam komunitasnya.
Kerja Keras
Bila
Anda pernah melihat bagaimana lebah bekerja tentu akan terkagum-kagum di
buatnya. Lebah memiliki keuletan dalam bekerja sesuai dengan fungsi dan
tugasnya masing-masing, dalam menjalani kerja seakan-akan mereka tidak pernah
merasa lelah. Seekor lebah pekerja, seharian penuh ia akan bekerja tanpa
disuruh atau dipaksa, memiliki jam kerja sendiri dan disiplin terhadap titah
alam dan Ratunya. Mereka bekerja bahu membahu, saling menutupi kekurangan
temannya, saling melengkapi dan saling berganti peran tanpa menuntut, baginya seakan-akan
nasib kawanannya sedang dipertaruhkan di tangannya. Mereka benar-benar professional;
Ratu sebagai ibu dan manajer, lebah pejantan sebagai penjaga dan pengawas yang
berwibawa, dan lebah pekerja sebagai pencari nafkah dan pelayan yang setia.
Pelajaran
yang dapat kita raih dari itu semua yaitu tiada keberhasilan yang bisa diraih
tanpa kerja keras, keuletan dan ketekunan. Keberhasilan tidak dapat di raih
sendirian, perlu bantuan dan peran orang lain. Mereka yang bermalas-malasan dan
bekerja sendirian hanya akan semakin tertinggal dan tergeser oleh yang orang
bekerja keras dan bekerja sama. Bekerja keras dan bekerja sama juga berarti
bekerja secara professional dan terorganisir, lebih efektif dan efisien dalam
penggunaan waktu kerja.
Kesetiaan
Bangsa
lebah terkenal sebagai bangsa yang memiliki kesetiaan yang tinggi, walau pun
mereka pencipta madu tapi tidak pernah menyuruh orang ngemadu (hehehe..). Bagi bangsa manapun kesetiaan adalah kunci
kelangsungan hidup jangka panjang. Setiap lebah setia terhadap pekerjaan yang
mereka lakukan. Jika mereka membutuhkan waktu yang lama untuk mengambil madu
dari satu bunga, maka mereka akan melakukannya terus-menerus. Begitu pula bila
mereka harus menjaga sarangnya dari ancaman musuh mereka akan setia
mempertahankan wilayahnya walau nyawa taruhannya. Semua strata lebah menjalani
kehidupan pada dunianya dengan penuh nilai, dan diantaranya adalah loyalitasnya
terhadap sabda Ratu lebah dan aturan alam.
Entah
karena kesetiaan atau bukan, lebah pekerja seakan setia terhadap kelangsungan
hidup di alam raya, seakan mereka sadar bahwa mereka harus memberi kepada alam
bila ingin menerima sesuatu dari alam. Nectar sebagai sumber madu yang di ambil
dari beragam tanaman ditukar dengan upaya penyerbukan agar sang bunga menjalani
tujuan hidupnya, berubah menjadi biji-bijian yang kelak akan menjadi penerus
tanaman itu sendiri. Peristiwa itu akan berlangsung berulang-ulang demi setetes
madu bagi lebah dan kelangsungan hidup bagi tanaman. Mutual simbiosis.
Nilai
kesetiaan lebah terhadap bangsa dan alam adalah nilai luhur yang diajarkan
kepada kita sebagai manusia yang hidup di bumi dan bergantung dari pemberian
bumi. Bila bumi berhenti memberi kepada kita, saat itulah kita pun berhenti
menjalani kehidupan.
Dalam
mencari nafkah lebah berbuat lestari, tidak ada yang ia rusak, bahkan justru
sebaliknya. Tentu saja hal tersebut beda dengan kelakuan kita yang kebanyakan
mampu mengambil dari alam dengan meninggalkan kerusakan di sana-sini, tanpa
mampu memperbaikinya.
Mengutamakan Kepentingan Umum
Kepentingan umum bagi lebah
diatas dari kepentingan pribadi, kepentingan kawanannya adalah prioritas utama,
setelah itu barulah kepentingan pribadinya. Mereka bekerja mengambil dan
mengumpulkan madu untuk kepentingan kawanan. Bila dibandingkan, hanya sedikit
yang mereka makan ketimbang yang mereka simpan untuk koloni. Budaya hemat
mereka terapkan seakan mereka tahu bahwa suatu saat akan menemukan masa
sulitnya mencari makan. Lebah pekerja tidak pernah memikirkan perutnya sendiri,
ia tidak akan puas dengan perolehannya bila hanya cukup untuk dirinya sendiri,
perlu mengambil lebih untuk disimpan dan dimakan oleh ratu dan lebah pejantan.
Hal tersebut berlaku pula
terhadap lebah pejantan yang diantaranya bertugas menjaga sarang dari serangan
musuh, semuanya dilakukan demi kepentingan kawanan. Tak jarang mereka harus
bertarung nyawa demi menjaga kerajaannya, hal ini mungkin terkesan tidak
menyenangkan karena harus banyak berkorban demi menjaga kelangsungan hidup
strata yang lainnya. Coba bayangkan, bagaimana jika lebah pejantan egois tak
mau menjaga sarangnya? Tentunya sarangnya akan terancam rusak dan seluruh
kawanannya mati.
Dalam dunia lebah kepentingan
umum begitu diutamakan dan saling menutupi kekurangan dalam kawanannya. Sekelompok
lebah pejantan yang pandai berperang, akan mati-matian menjaga Sang Ratu dan
para pekerja yang tidak memiliki kemampuan berperang. Begitu pula sekelompok lebah
pekerja yang pandai mencari nafkah, akan bekerja tak kenal lelah memenuhi
kebutuhan pangan dan beragam material untuk para pejantan yang tidak pandai
mencari pakan. Dunia lebah adalah sebuah dunia yang amat sinergis. Dengan
mendahulukan kepentingan kawanannya, sistem kerja seluruh strata lebah berjalan
dengan lancar, semua mengesampingkan egonya masing-masing dan bersama-sama
membangun lingkungan dan kawanannya.
Dari sekian banyak aktivitas penting yang
dilakukan lebah barangkali hanya sebagian kecil di atas yang dapat saya analisa
sesuai dengan kemampuan. Semoga tulisan ini mampu menginspirasi kita semua….
No comments:
Post a Comment
Agar blog ini lebih baik, mohon isi komentar di bawah sebelum Anda meninggalkan blog kami. Terima kasih atas kunjungannya...